Study Tokoh Syiah

  Riwayat Hidup Ali Syariati
Ali Syariati adalah anak pertama Muhammad Taqi dan Zahra, lahir pada 24 November
1933, meninggal di Southampton, 19 Juni 1977 pada umur 43 tahun, ia adalah seorang sosiolog revolusioner Iran yang terkenal dan dihormati karena karya-karyanya dalam bidang sosiologi agama,ayahnya Muhammad Taqi Syari’ati adalah seorang ulama dan guru besar terkenal di Iran.
Ali Syari’ati dibesarkan di lingkungan yang agamis dan pembentuk kepribadian Syari’ati kecil langsung dari ayahnya sendiri.[1]
            Pada tahun 1955, Ali Syari’ati masuk Fakultas Sastra Universitas Masyhad yang baru saja di resmikan. Selama di universitas tersebut , sekalipun menghadapi persoalan administrative akibat pekerjaan resminya  sebagai guru full-time, Syari’ati paling tinggi rangking dikelas. Karena prestasi akademisnya di universitas ini, dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri . Selama diparis, Syari’ati berkenalan dengan karya-karya dan gagasan-gagasan baru yang mencerahkan, yang mempengaruhi pandangan hidup dan wawasannya mengenai dunia. walaupun berada di Paris, namun pribadi syari’ati yang penuh dengan semangat perjuangan menentang rezim Iran. Antara 1962 dan 1963 , waktu Syari’ati tampaknya habis tersita untuk aktivitas politik dan jurnalistiknya.
Pemikirannya yang cemerlang dan gerakan politiknya yang menggugah semangat kaum muda menjadikan dia sebagai figur oposan yang sangat spektakuler dalam mengubah tatanan politik atas kekuasaan hegomoni Syah Pahlevi. Karena wataknya yang kriris , sekembalinya di Iran dengan gelar doktoral tahun 1963, Syari’ati menjadi sosok yang karismatis yang kuliah-kuliahnya di universitas Masyhad sangat memukau dan memikat audiens, karena isi kuliahnya yang membangkitkan orang berfikir. Karena begitu karismatis , akhirnya pemerintahan  Syah pahlevi berang. Karena merasa terancam  pada 16 mei 1977 , Syari’ati meninggalkan Iran. Ia mengganti namanya menjadi Ali syari’ati . Tentara Syah, SAVAK akhirnya mengetahui kepergian Ali Syari’ati ia mengontak agen mereka di luar negeri. Di London Inggris, pada 19 juni 1977  jenazah Ali Syari’ati terbujur dilantai tempat ia menginap. Kematian yang tragis seorang pejuang islam yang teguh memperjuangkan apa yang dianggapnya benar. Ali Syari’ati telah mengikuti jejak sahabat Nabi dan Imam Ali yang begitu dikagumi dan dijadikan symbol perjuangannya. 
            Ali Syari’ati adalah salah seorang tokoh yang membantu perjuangan Imam Khomeini dalam menjatuhkan rezim Syah yang  zalim, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan menurut ajaran islam. Doktor sastra lulusan Universitas  Sarbonne Prancis ini berjuang tak kenal lelah dan takut. Selama hidupnya ia mengabdikan dirinya untuk membangun masyarakat Islam Iran dari belenggu kezaliman. Pikiran-pikiran dalam ceramahnya telah membuat para pemuda dan mahasiswa iran tergugah semangat untuk memperjuangkan kebenaran,keadilan,dan kesejahteraan bagi rakyatnya. Pada September 1964 Syari’ati mendapat kesempatan mengartikulasikan seluruh idealismenya di Universitas masyhad. Pada tahun 1969, ia menerbitkan karya monumental Eslamshenasi (islamogy) yang didasarkan naskah-naskah kuliah yang diberikan suatu kursus tentang sejarah Islam.
. Ada sekitar dua puluh enam buku Syari’ati yang diterbitkan dalam edisi bahasa Inggris, di samping beberapa yang kemudian di terjemahkan dalam beberapa bahasa di Jerman, Italia, Perancis, Turki. Banyak pula yang sudah di terjemahkan dalam bahasa Indonesia. Benang merah yang pernah ditarik dalam tulisan-tulisan Syari’ati tersebut berkisar tentang penentangan terhadap despotisme (rezim,Barat,dan ulama resmi), konseptualisasi sosiologi islam, Kritik terhadap beragam ideologi (Marxisme, Eksistensialisme, Kapatalisme, Modernisme, dan liberalisme) serta gagasan-gagasan revolusioner Islam yang mengarah pada ideologisasi-radikalisasi Islam.


B.                 Pemikiran Syari’ati tentang Agama, Tradisi, dan Imperalisme
Sebagai pemikir dan aktivis, Syari’ati memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk menggalang massa untuk melawan rezim Syah. Pemikiran-pemikiran yang progresif dan anti rezim itu membawa akibat bagi dirinya yang menyebabkan Syari’ati di penjara selama 18 bulan. Dalam kaitan dengan ini, sejarawan Iran Abrahamian, berargumen bahwa ulama dan intelektual konservatif Iran memainkan peran tersembunyi dibalik pemberhentian pidatonya karena rezim Iran menyewa Intelektual bayaran menuduh Ali Syari’ati sebagai biang keladi propaganda anti ulama dan penganjur marxisme Islam. Fatwa pun di keluarkan untuk mendiskreditkan reputasi intelektualnya. Para pengikut fanatiknya dilarang menghadiri pidato Syari’ati atau sekedar membaca bukunya (Rahmena,1998:275).[2]
Pemikiran Syariati yang sangat penting adalah ajakan untuk kembali kepada “islam yang benar” sebagaimana yang disuarakan oleh kaum pembaru islam seperti yang dilakukan oleh Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho maupun dari pembaru islam di berbagai  Negara dan  juga di Indonesia. Menurut syariati, selama ini islam (bagi rakyat iran, yaitu islam syiah) telah ditafsir secara keliru oleh para ulama koservatif sebagai agama statis. Ia menyalahkan ulama konservatif karena (1) tidak melanjutkan proyek reformasi islam yang dirintis Afghani dan (2) menghamba dalam kepimpinan politik shah yang tugasnya memberikan stempel politik-keagamaan demi kelanggengan status quo.[3] Atas dasar itu, ia pertama-tama melakukan distingsi yang ketat antara “islam yang dipeluk rakyat tertindas” dengan “islam yng dipeluk ulama konservatif dan penguasa”. Ia tegaskan: “tidaklah cukup sekedar berseru bahwa kita harus kembali kepada islam. Kita harus merujuk secara spesifik islam yang mana: islam Marwan penguasa atau islam Abu Zarr. Keduanya dipanggil islam, tetapi terdapat perbedaan tajam antara keduanya. Satunya adalah islam kekhalifahan, istana, tertindas, dan jelata. Lebih dari itu, tak cukup berkata bahwa seseorang sebaiknya peduli pada orang miskin jelata. Para penguasa yang korup pun berkata serupa. “islam yang benar” lebih dari sekedar kepedulian tangan menginstruksikan umat untuk berjuang demi keadilan, persamaan dan pengentasan orang dari kemiskinan.Islam yang benar adalah Islam yang memerintahkan kaum beriman berjuang untuk keadilan,persamaan, dan penghapusan kemiskinan.[4]
Dalam kondisi yang hampir bersamaan, syariati mampu menjadi pribadi yng “memadukan” sikap dan pemikiran orang orang yang dikagumi. Ia mengutip dan menyebut Imam Ali, Imam Husain, Abu Dzar, Frant Fanon, Emile Durkheim, Max Weber, dan Karl Marx. Pemikiran Syariati memiliki horizon yang luas, baik berkaitan dengan islam maupun ketika mengkritik barat yang menyesatkan. Dengan kemampuan dan kontroversi dirinya, Syariati muncul dalam tiga “model” seperti disebutkan oleh Abrahamian (1988;289-290)berikut:[5]
Pertama, Syariati sebagai sang sosiologis yang tertarik pada hubungan dialektis antara teori dan praktis;antara ide dan kekuatan-kekuatan sosial;dan antara kesadaran dan eksistensi kemanusiaan.
Kedua, Syariati sebagai seorang penganut Syiah fanatik yang percaya bahwa Syiah revolusioner berbeda dengan seluruh ideologi radikal lain. Syariati percaya bahwa tataran  perubahan fundamental, seluruh ideologi dan masyarakat menghadapi masalah kebangkitan, peragian dan keruntuhan. Apakah ada jalan keluar dari kemunduran dan disintegrasi itu ? Caranya menurut Syariati adalah dengan melakukan revitalisasi dan berkesinambungan terhadap idiologi itu sendiri.
Ketiga, Syariati sebagai penceramah umum (public speaker) yang bersemangat, artikulatif, dan oratoris, yang sangat memikat bagi banyak orang, khususnya kaum muda. Syariati banyak menggunakan jargon, simplifikasi, generalisasi, dan sikritisme yang tajam terhadap  institusi-institusi mapan dalam hal ini adalah rezim Syah Pahlevi dan religion establishment, yang dikuasai ulama.
Sejak tahun 1971, pemikiran-pemikiran syariati telah muncul dalam corak yang berbeda dengan kebanyakan pemikiran ulama konvensional dan konservatif kala itu, ketika syariati menyampaikan pidatonya di universitas Teknik Teheran, pada bulan November 1971, ia secara terbuka menyerukan pentingnya Protestanisme Islam: “seperti halnya Kristen protestan abad pertengahan, inteligensi progresif sebaiknya mulai (reformasi islam) dengan protestanisme islam yang: (1) menghancurkan faktor degenerative yang, atas nama islam, telah melumpuhkan proses berpikir dan nasib masyarakat dan (2) memberi sumbangsih bagi pemikiran dan pergerakan baru.” Ide-ide revolusioner itu dalam pandanganya harus lahir dari tradisi agama, dalam arti agama harus menjadi sentra ideologi politik keagamaan yang difungsionalisasi sebagai kekuatan revolusioner untuk membebaskan rakyat yng tertindas, baik secara kultural maupun poitik, yaitu; pertama, revolusi nasional, yang bertujuan bukan hanya untuk mengakhiri seluruh bentuk dominasi barat, tetapi juga untuk merevitalisasi kebudayaan dan identitas nasional. Kedua, revolusi sosial untuk menghapus semua bentuk eksplotasi dan kemiskinan guna menciptakan masyarakat yang adil “tanpa kelas”.(Azra,2002:219)[6]
Negara Negara dunia ketiga dalam pandangan Syriati termasuk iran harus menumbuhkan kembali semangat nasionalis ,memulihkan kembali warisan budaya dan keagamaannya yang belum dijajah oleh Barat.
 Negara dunia ketiga dihinggapi oleh penyakit imperialisme internasional yang mengejewantah dalam bentuk korporasi multinasional, rasisme, penindasan kelas, ketidakadilan,dan “mabuk kepayang terhadap barat”. Karena itu ia mengencam imperialisme barat   dan kepincangan sosial sebagai musuh besar masyarakat yang harus diberantas dalam jangka panjang.
Imperialisme dalam bentuk pemikiran tidak luput dari perhatian Syariati, khususnya yang berkaitan dengan Marxisme. Syariati menyanjung Marx yang tidak “materialistic” ketimbang mereka yang mengklaim “idealis” atau mereka yang memandang diri sebagai “beriman dan religious”. Syariati sebenarnya seorang  “marxis” atau neo-Marxisme terutama dalam pandanganya tentang sejarah sebagai proses dialektis, dan tentang massa tertindas dalam hubunganya dengan kemapanan politik dan agama. Karena itu, ia menganjurkan untuk mempelajari Marx agar dapat mengerti sejarah, mereka yang tidak mempelajarai Marx tidak akan mampu memahami dan mengerti tentang sejarah.Ia melihat marx dalam 3 wajah,yaitu:
Pertama, Marx muda seorang filosof ateistis, yang mengembangkan materialism dialektis, menolak eksistensi tuhan, jiwa dan kehidupan di akhirat. Sifat ateistis Marx ini dikembangkan ke luar Eropa, dalam memerangi gereja reaksioner mereka mengecam seluruh bentuk agama tanpa kualifikasi dan kecuali
Kedua, Marx dewasa, yang terutama merupakan seorang ilmuwan sosial yang mengungkapkan bagaimana penguasa mengeksploitasi mereka yang dikuasai (the ruled). Marx menjelaskan tentang bagaimana hukum “determinsime historis” bukan “determinsime ekonomi”berfungsi, dan tentang bagaimana suprastrktur dinegara manapun.
Ketiga, Marx tua, yang terutama merupakan politisi. Dalam kapasitas ini, Marx dan Marxisme menjelma menjadi partai revousioner. Marx sering membuat prediksi yang pantas dari segi politis, tetapi tidak sesuai dengan metodologi ilmu sosialnya. Inilah yang kemudian disebut Syariati sebagai “Marxisme ilmiah” (scientific Marxism). Partai kelas buruh sendiri, ketika berkembang, ternyata mengalami institusionalisasi dan “birokratisasi”.
Dengan membagi Marx diatas, tampak terlihat kecendrungan bahwa Ali Syariati berada dalam posisi Marx dewasa, artinya ia menerima sejumlah pemikiran dan aksi Marx kedua ini, terutama cara pandangnya tentang tentang pembagian masyarakat atas dasar suprastruktur yang bersifat politis-ideologis,disinlah Syariati memasukan agama kedalam suprastruktur ideologis-politis. Tetapi Syariati menolak pelembagaan dan intitusionalisasi Marxisme kedalam partai sosialis-komunis, karena alasan ini, ia mengkritik gerakan partai komunis di Eropa. Pemikiran-pemikiran Syariati tentang Marx dapat dilihat dalam bukunya Marxisme and western fallacies.

C. Peran Ali Syariati dalam dunia Islam
Islam sebagai agama yang memiliki agenda jangka panjang untuk menghilangkan hegemoni suku Quraisy yang arogan dan tradisi perbudakan pada masa itu.Nabi mengembang misi membangun tatanan baru untuk kemanusian dan keadilan sosial.islam sebagai idiologi memiliki agenda revolusioner ,yaitu : pertama,Nabi menekankan kesatuan yaitu menghilangkan sekat-sekat kesukuan. Kedua ,Muhammad menekankan persamaan drajat diantara para umatnya,tanpa memandang status sosial atau asal-usul suku.[7]
Dengan Memotret misi besar Nabi tersebut, tampaknya Ali Syariati juga menjadikan islam sebagai  idiologi pergerakanya dalam rangka menentang rezim Syah Pahlevi yang zalim dan tidak berlaku adil terhadap rakyat. Dalam rangka mengkritik rezim yang berkuasa,Syariati mengunakan sarana lain yaitu membuat sosok”bayangan” dengan baik Ali Syariati menciptakan figur simbolis kaum tertindas sebagai bentuk perlawanannya terhadap rezim Syah. Syariati membuat analogi tokoh kaum tertindas sebagai simbolnya yaitu Abu Dzar,ia menyebut sebagai pahlawan yang tegar menghadapi kekayan,kekuasaan bahkan otoritas agama.
Pemahaman islam yang ditawarkan Ali Syariati tidak sebatas islam sebagai agama ritual dan fikih yang tidak menjangkau persoalan politik  dan sosial, bukan juga islam yang merupakan dogma untuk mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak menyentuh sama sekali cara yang paling efektif untuk menegakkan keadilan, strategi melawan kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum yang tertindas.
Islam dalam pandangan dan pemahaman Ali Syariati adalah islam yang bersifat revolusioner. Ali Syariati membangun gagasan revolusi Islamnya dengan mengusung idiologi pembebasan ( idiologi of liberation ),karena itu Ali Syariati mendobrak kemapanan lembaga-lembaga resmi keagamaan seperti ulama yang berada dalam lingkaran kekuasaan,dimana tugas dan tujuannya sama-sama menindas kelas bawah dengan legimitasi agama. Disinilah ide revolusi islam yang ditawarkan Ali Syariati memperoleh ruang artikulasi dan Islam sendiri hadir tidak sebagai agama dogmatis dan ritual-ritual pasif. Umat Islam harus mengakhiri dominasi rezim zalim yang berkolaborasi dengan sebagian ulama. Untuk membawa masuk idiologi Islam menjadi Idiologi transformatif,maka kesan bahwa Islam adalah agama kepasrahan yang berorientasi pada kehidupan akhirat harus dibersihkan dari umat islam,karena islam merupakan agama yang secara aktif terlibat dalam urusan-urusan duniawiah. Islam sebagai idiologi membawa kepada terbentuknya orde sosial baru yang disandarkan kepada prinsip keadilan dan persamaan dalam struktural sosial masyarakat. Islam yang demikian membawa pengaruh bagi masyarakat  yang sudah lama tertindas oleh ketidakadilan dan diskriminasi.
Masyarakat ketika rezim Syah Pahlevi memerintah di Iran pun tengah mempraktikan cara memerintah yang tidak demokratis, Islam digunakan untuk melegimitasi penguasa dan rakyat terus-menerus ditindas oleh rezim,karena itu Islam dalam perspektif Syariati dipahami sebagai agama yang mampu membawa perubahan dari penindasan dan tirani rezim Syah dengan itu Syariati membangun kembali kesadaran keagamaan rakyat agar keluar dari penindasan rezim, dan Islam Syi’ah menjadi alat untuk itu. Islam lahir secara progresif  dalam upaya merespon problem-problem masyarakat dan memimpin masyarakat untuk mencapai tujuan dan cita-cita yang berharga. Semangat Islam sebagi idiologi pembebasan mendorong terjadinya revolusi masyarakat Islam untuk membangun peradaban baru yang progresif,partisipatif, tanpa penindasan dan ketidakadilan. Syari'ati dianggap sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh dari Iran pada masa pra-revolusi. Pengaruh dan popularitas pemikirannya terus dirasakan di seluruh masyarakat Iran bertahun-tahun kemudian, khususnya di antara mereka yang menentang rezim Syah Pahlevi.

D.     Karya-karya Ali Syariati
1.Hajj (The Pilgrimage)
2.Marxism and Other Western Fallacies : An Islamic Critique
3.Where Shall We Begin?
4. Religion versus Religion
 5.The Free Man and Freedom of the Man
6.Extraction and Refinement of Cultural Resources
7. Islamology



[1] .Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern,(Cet.I:Jakarta:Prenadamedia Group,2010),hal.147
[2] Ibid hal 152
[3] Ibid hal 152
[4] Sarbini,Islam ditepian Revolusi,(Cet.I:Yogyakarta,PilarMedia 2005),hal.62
[5] Ibid hal 153
[6] Ibid hal 155
[7] Ibid hal 161

Comments

Popular posts from this blog

definisi Fi'il Madhi dalam kitab Jurumiyah

kaidah istifham

kaidah tafsir al-tikrar