Tasawuf akhlaki dalam konteks al-qur'an
Tasawuf
Akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang kesempurnaan dan kesucian
jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah
laku secara ketat, guna mencapai kebahagian yang optimal. Manusia harus
mengidentifikasikan eksistensi dirinya dengan ciri- ciri ketuhanan melalui
penyucian jiwa dan raga. Sebelumnya, dilakukan terlebih dahulu pembentukan
pribadi yang berakhlak mulia. Tahapan- tahapan itu dalam ilmu tasawuf dikenal
dengan takhalli, tahalli dan tajalli.
1.
Takhalli
berarti membersihkan diri dari sifat- sifat tercela, dari maksiat lahir dan
maksiat bathin. Takhalli juga mengosongkan diri dari akhlak tercela. Salah satu
akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak tercela lainnya
adalah ketergantungan pada kenikmatan duniawi. Hal ini dapat dicapai dengan
jalan menjauhkan diri dari kemkasiatan dalam segala bentuk dan berusaha
melenyapkan dorongan hawa nafsu.
Menurut kaum sufi, kemaksiatan pada dasarnya dapat dapat dibagi
menjadi dua, yaitu maksiat lahir dan maksiat batin. Maksiat lahir adalah segala
sifat tercela yang dikerjakan oleh anggota lahir, seperti tangan, mulut, dan
mata. Maksiat batin adalah segala sifat tercela yang diperbuta oleh anggota
batin yaitu hati.
2.
Tahalli
ialah menghiais diri dengan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi
setelah mengosongkan jiwa dari akhlak- akhlak tercela.
Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri
dengan perbuatan baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku selalu
berjalan di atas ketentuan agama, baik kewajiban yang bersifat “luar” maupun
yang bersifat “dalam”. Kewajiban yang bersifat luar adalah kewajiban yang
bersifat formal, seperti shalat,puasa, dan haji. Adapun kewajiban yang bersifat
dalam contohnya yaitu iman, ketaatan, dan kecintaan kepada Allah.
Menurut Al- Ghazali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai,
dan dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri, perbuatan baik yang
sangat penting diisikan ke daalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan
agar menjadi manusia paripurna. Perbautan baik itu, antara lain sebagai
berikut.
Ø Taubah
Kebanyakan sufi
menjadikan taubah sebagai perhentian awal di jalan menuju Allah. Pada tingkatan
terendah, taubah menyakut dosa yang dilakukan anggota badan. Pada tingkat
menengah, taubah menyangkut pangkal dosa- dosa, seperti dengki, sombong, dan
riya’. Pada tingkat yang lebih tinggi, taubat menyangkut usaha menjauhkan
bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkatan terakhir,
taubat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran dalam mengingat Allah. Taubat
tingkatan ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang dapat memalingkan
dari jalan Allah.
Menurut Dzu An-
Nun Al- Mishri, taubat ada tiga tingkatan, yaitu sebagai berikut:
v Orang yang bertaubat dari dosa dan keburukannya.
v Orang yang bertaubat dari kelalaian dan kealpaan mengingat Allah.
v Orang yang bertaubat karena memandang kebaikan dan ketaatannya.
Menurut Al- Ghazali mengklasifikasikan taubat menjadi tiga
tingkatan, yaitu sebagai berikut:
v Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih pada
kebaikan karena takut terhadap siksa Allah.
v Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju kesituasi yang
lebih baik lagi.
v Rasa penyesalan yang dilakukan seemata- mata karena ketaatan dan
kecintaan kepada Allah.
Ø Khauf dan Raja’
Bagi kalangan
sufi, khauf dan raja’ berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Khauf adalah
rasa cemas atau takut. Adapun raja’ adalah berharap atau optimistis. Khauf
adalah perasaan takut seorang hamba semata= mata kepada Allah, sedangkan raja’
adalah perasaan hati yang senang karena menaati sesustu yang diinginkan dan
disenangi.
Ø Zuhud
Ø Zuhud umumnya dipahami sebagai ketidaktertarikan pada dunia atau
harta benda. Zuhud dapat diartikan
sebagai suatu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan
duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat.
Ø Sabar
Sabar adalah
kemampuan seseorang dalam mengendaliakn dirinya terhadap sesuatu yang terjadi,
baik yang disenangi maupun yang dibenci.
Ø Ridha
Ridha berarti
menerima dengan rasa puas terhadap apa yang dianugrahkan Allah. Orang yang
ridha mampu melihat hikmah dan kebaikan dibalik cobaan yang diberikan Allah dan
tidak berburuk sangka terhadap ketentuan-Nya.
3.
Tajalli
Tajalli adaalh hilangnya hijab dari sifat- sifat ke-basyariyyahan
jelasnya nur yang sebelumnya ghaib, dan fananya segala sesuatu ketika tampaknya
wajah Allah.
Comments
Post a Comment